Beberapa sumber yang menulis tentang
Natuna menyebutkan bahwa pada masa Kerajaan Sriwijaya, Natuna menjadi tempat
berteduh dari amukan badai laut cina selatan yang ganas. Kepulauan Natuna pada
masa itu menjadi tempat berteduh sekaligus sebagai tempat untuk mengisi air
bersih dan perbekalan lainnya guna untuk melanjutkan perjalanan pelayarannya.
Pelayaran yang melewati kepulauan natuna pada masa itu dilakukan karena
aktivitas perdagangan Cina, Siam dan Campa.
Dalam tulisan Sindu Galba dan Abdul
Kadir Ibrahim dalam ‘’Ungkapan Tradisional Masyarakat Melayu Bunguran’’ sekitar
tahun 1350 M semasa kejayaan Kerajaan Majapahit pelaut- pelaut majapahit dalam
perjalanan ke negeri Siam, Campa, Kamboja, Anam dan negeri Cina selalu
menyinggahi gugusan kepulauan natuna. Ini baik sewaktu akan berangkat maupun
waktu akan kembali, untuk mengambil perbekalan ataupun menanti supaya angin
kencang reda.
Jika dilihat keberadaan benda- benda
cagar budaya di natuna saat ini tentu sangat erat kaitannya dengan apa yang
dipaparkan di atas. Semenjak tahun 80-an masyarakat natuna sering menemukan
benda- benda antik yang tergolong benda cagar budaya baik yang di darat maupun
yang laut dari berbagai zaman. Kondisi ini membuat natuna selalu menjadi tempat
bagi para kolektor dan pemburu benda- benda antik yang memilki nilai tinggi.
Harta karun di atas adalah benda- benda antik koleksi Musium Lekas. musium Lekas didirikan oleh LSM Lembaga Kajian Sejarah Natuna yang diresmikan oleh Bupati Natuna Drs. H. Daeng Rusnadi pada tanggal 23 Agustus 2008. di musium ini terdapat bebagai koleksi berbagai jenis barang- barang kuno dan kebanyakan berbentuk keramik buatan cina dari berbagai masa.
Referensi : Buku Kebudayaan dan cagar Budaya Kab. Natuna 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar